PENGGUNAAN HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA (DPR RI) TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) Dalam Dugaan Kasus Korupsi E-KTP
Tugas
Kelompok
PENGGUNAAN HAK ANGKET DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA (DPR RI) TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN
KORUPSI (KPK) Dalam Dugaan Kasus Korupsi E-KTP
DISUSUN OLEH :
NAMA : HARDIANTO S
NIM : 10400114141
ILMU HUKUM C
SYARIAH DAN HUKUM
UIN ALAUDDIN MAKASSAR T.A 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Penolakan
masyarakat terhadap rencana hak angket Dewan Perwakilan Rakyat untuk Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin gencar. Berbagai kalangan menggalang
dukungan untuk menggugurkan hak angket itu. Para akademikus dan aktivis
antikorupsi juga mengecam sikap DPR yang ngotot meloloskan usul hak angket.
Hak angket pertama kali mencuat dalam
rapat dengar pendapat antara KPK dan Komisi Hukum DPR pada 19 April 2017 lalu.
Ketika itu Komisi meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam Haryani dalam
kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). KPK menolak
karena rekaman itu merupakan bagian dari materi pemeriksaan yang hanya bisa
dibuka di pengadilan. Penolakan itu membuat Komisi meradang, sehingga
menggulirkan hak angket.
Sikap DPR itu diprotes banyak
kalangan. Apalagi sejumlah nama anggota Dewan memang sempat disebut ikut
menerima aliran duit korupsi e-KTP. Rencana hak angket terus bergulir, rapat
paripurna DPR menyetujui hak angket dan selanjutnya akan membawanya dalam
pembahasan di panitia khusus. Rapat sempat berlangsung ricuh dan penuh dengan
interupsi karena sebagian peserta menyatakan tidak setuju. Meski begitu,
pemimpin sidang, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, tetap mengetuk palu tanda
menyetujui hak angket.
Bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM
Denny Indrayana menyatakan hak angket yang digulirkan DPR itu merupakan model
baru untuk melemahkan KPK. Pasalnya, sudah lama sejumlah anggota DPR berupaya
menggembosi lembaga antirasuah itu. "Ini modus operandi baru," ujar
Denny. Dugaan itu semakin kuat dengan terus ngototnya DPR. “Ini pertama kalinya
hak angket digunakan untuk lembaga non-eksekutif.”
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Apakah Pengertian Yang Dimaksud Dengan Hak Angket
?
2.
Apakah KPK Dapat Menjadi Subjek Hak Angket
DPR ?
3.
Apakah Syarat Formil dan Materil Penggunaan
Hak Angket ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
HAK ANGKET
Hak angket adalah hak DPRD untuk
melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah kabupaten/kota yang
penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah,
dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Hak angket diusulkan paling sedikit oleh 7 (tujuh) orang
Anggota DPRD dan lebih dari 1 (satu) Fraksi. Usul disampaikan kepada
Pimpinan DPRD, disusun secara singkat, jelas, dan ditandatangani oleh para
pengusul serta diberi Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD.
Usul melaksanakan penyelidikan oleh
Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD setelah mendapatkan
pertimbangan dari Badan Musyawarah. Pembicaraan mengenai sesuatu usul
mengadakan penyelidikan, dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada anggota
DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi dan selanjutnya pengusul
memberikan jawaban atas pandangan anggota DPRD. Keputusan atas usul
mengadakan penyelidikan kepada Kepala Daerah dapat disetujui atau ditolak,
ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD.
Rapat Paripurna DPRD dianggap sah
apabila dihadiri sekurang-kurangnya ¾ (tiga per empat) dari jumlah Anggota
DPRD. Keputusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per
tiga) dari jumlah Anggota DPRD yang hadir. Usul mengadakan penyelidikan sebelum
memperoleh Keputusan DPRD, pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik
kembali usulnya. Apabila usul mengadakan penyelidikan disetujui sebagai
permintaan penyelidikan, maka DPRD menyatakan pendapat untuk mengadakan
penyelidikan dan menyampaikannya secara resmi kepada Kepala Daerah. Pelaksanaan
penyelidikan dilaksanakan oleh Panitia Angket yang terdiri atas semua unsur
Fraksi DPRD yang ditentukan secara porporsional dan hasilnya ditetapkan dengan
Keputusan DPRD. Dalam hal DPRD menolak usul hak angket, usul tersebut
tidak dapat diajukan kembali.
Apabila hasil penyelidikan diterima
oleh DPRD dan ada indikasi tindak pidana, DPRD menyerahkan penyelesaiannya
kepada aparat penegak hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila
hasil penyidikan Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah berstatus sebagai
terdakwa, Presiden memberhentikan sementara Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala
Daerah yang bersangkutan dari jabatannya. Apabila Keputusan Pengadilan telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan menyatakan Kepala Daerah dan/atau Wakil
Kepala Daerah bersalah, Presiden memberhentikan Kepala Daerah dan/atau Wakil
Kepala Daerah yang bersangkutan dari jabatannya. Apabila Keputusan Pengadilan
telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menyatakan Kepala Daerah dan/atau
Wakil Kepala Daerah tidak bersalah, Presiden mencabut pemberhentian sementara
serta merehabilitasi nama baik Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah.
Pemberhentian sementara,
pemberhentian dan merehabilitasi nama baik Bupati dan Wakil Bupati,
pelaksanaannya didelegasikan kepada Menteri Dalam Negeri. DPRD dalam melakukan
penyelidikan terhadap Kepala Daerah berhak meminta Pejabat Negara, Pejabat
Pemerintah, Badan Hukum, atau warga masyarakat di daerahnya masing-masing untuk
memberikan keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan
bangsa dan Negara.
Setiap Pejabat Negara, Pejabat
Pemerintah, Badan Hukum, atau warga masyarakat wajib memenuhi permintaan DPRD.
Dalam hal Pejabat Pemerintah, Badan Hukum, atau warga masyarakat
dikabupaten/kota telah dipangil dengan patut secara berturt-turut tidak
memenuhi pangilan DPRD dapat memangil secara paksa dengan bantuan
kepolisian negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan
Perundang-undangan. Dalam hal panggilan paksa tidak dipenuhi tanpa alasan yang
sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama lima belas hari sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal pejabat yang
bersangkutan habis masa jabatannya atau berhenti dari jabatannya, yang
bersangkutan dilepas dari penyanderaan demi hukum. Panitia Angket melaporkan
pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPRD paling lama 60 (enam puluh)
hari sejak dibentuknya panitia Angket.
B. HAK ANGKET
DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPR)
Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat adalah
sebuah hak untuk melakukan penyelidikan yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memutuskan bahwa pelaksanaan suatu
undang-undang dalam kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting,
strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengajuan
Dalam UU Nomor 6 Tahun 1954 tentang
Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat, sekurang-kurangnya 10 orang anggota DPR
bisa menyampaikan usulan angket kepada Pimpinan DPR. Usulan disampaikan secara
tertulis, disertai daftar nama dan tanda tangan pengusul serta nama fraksinya. Usul dinyatakan
dalam suatu rumusan yang jelas tentang hal yang akan diselidiki, disertai
dengan penjelasan dan rancangan biaya. Dalam pasal 177 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
disebutkan bahwa hak angket harus diusulkan oleh paling sedikit dua puluh lima
orang anggota serta lebih dari satu fraksi, disertai dengan dokumen yang memuat
sekurang-kurangnya materi kebijakan pelaksanaan undang-undang yang akan
diselidiki dan alasan penyelidikannya.
Sidang Paripurna DPR dapat
memutuskan menerima atau menolak usul hak angket. Bila usul hak angket
diterima, DPR membentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi
DPR. Bila usulan hak angket ditolak, maka usul tersebut tidak dapat diajukan
kembali.
Lingkup
kerja
Panitia angket dalam melaksanakan
tugas penyelidikan dengan meminta keterangan dari pemerintah dan penjabatnya,
saksi, pakar, organisasi profesi, semua pihak terkait lainnya.
Masa kerja
Panitia angket DPR melaporkan
pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPR paling lama enam puluh hari
sejak dibentuknya panitia angket. Rapat paripurna DPR kemudian mengambil
keputusan terhadap laporan panitia angket.
Hasil
Bila dalam Sidang Paripurna DPR memutuskan bahwa pelaksanaan suatu
undang-undang dalam kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting,
strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan maka DPR
dapat menggunakan hak menyatakan pendapat kemudian usul hak angket dinyatakan
selesai dan materi angket tersebut tidak dapat diajukan kembali.
Lembaga
nonpemerintah seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa dijadikan
subjek hak angket oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Berdasarkan
Pasal 79 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3, yang dimaksud
dengan hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap
pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah terkait dengan
hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
Jadi,
Komisi Pemilihan Umum (KPU), KPK, Komnas HAM bukan lembaga pemerintah. Dalam
pandangan kami, itu tidak bisa dijadikan subjek yang dikenakan hak angket,”
kata Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi
Negara (APHTN-HAN), Mahfud MD, dalam diskusi tentang hak anget, di Jakarta,
Selasa (2/5).
Mahfud
menjelaskan, pada bagian penjelasan Pasal 79 Ayat (3) UU MD3, disebutkan,
pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah dapat berupa
kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden, Menteri
Negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintah
nonkementerian. Atas dasar itu, Mahfud menegaskan bahwa DPR tidak bisa
mengenakan hak angket terhadap KPK. Adapun pengawasan terhadap KPK dilakukan
melalui mekanisme lain.
Mahfud
mengingatkan lembaga atau orang yang dengan sengaja menyalahgunakan
kewenangannya untuk menghalang-halangi proses penyidikan yang sedang dilakukan
oleh KPK bisa dikenakan pidana. Hal itu diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). “Pengusul hak
angket itu bisa saja dijerat pasal tersebut,” tegas Mahfud. Mantan Ketua MK itu
menilai, agak sulit untuk memungkiri bahwa inisiatif hak angket tersebut tidak
ditujukan untuk mengganggu proses penyidikan yang sedang ditangani KPK saat
ini, terutama menyangkut mega korupsi e-KTP.
Skala Prioritas
Di
tempat terpisah, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) juga
menilai hak angket yang digulirkan DPR terhadap KPK itu tidak tepat. Hak angket
terhadap KPK hanya menunjukkan bahwa DPR tidak memiliki skala prioritas dalam
bekerja. “Padahal, jika dilihat dari prioritas, ada hal yang lebih penting
menyangkut masa depan ekonomi bangsa,” ujar peneliti FITRA, Apung Widadi. Misalnya,
menurut Apung, saat ini KPK sedang menangani kasus korupsi ekonomi terbesar
dalam sejarah, yaitu korupsi dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan
Likuidasi Bank Indonesia (SKL BLBI).
Dalam
kasus tersebut, aktor utama dan obligor yang lebih besar belum ditetapkan
sebagai tersangka. Menurut Apung, dalam penanganan BLBI, DPR seharusnya
membantu proses nonlitigasi, yaitu memanggil obligor yang belum melunasi utang
BLBI. Apung menyarankan, daripada menggulirkan hak angket terhadap KPK, DPR
lebih baik membantu KPK dalam mengungkap kasus SKL BLBI. “Jadi, DPR jelas tidak
punya prioritas dalam pemberantasan korupsi. KPK yang tahun 2015 menyelamatkan
294 triliun rupiah dan tahun 2016 sebanyak 497 miliar rupiah uang negara, malah
akan dilemahkan melalui hak angket,” kata Apung.
C. SYARAT
FORMIL DAN MATERIL PENGGUNAAN HAK ANGKET
Berdasarkan
Undang-Undang No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3, hak
angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan
undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berdampak luas pada kehidupan
masyarakat. Prasyarat serta mekanisme hak angket sendiri juga diatur dalam
Undang-Undang No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Pengaturan mekanisme hak angket diatur di dalam Pasal 177 mengenai hak angket.
Sesuai pasal tersebut, hak angket harus diusulkan oleh minimal 24 anggota DPR
dan lebih dari satu fraksi.
Berikut
petikan Pasal 177 yang mengatur syarat pengusulan hak angket:
Pasal
177
(1) Hak
angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) huruf b diusulkan oleh
paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu)
fraksi.
(2)
Pengusulan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan
dokumen yang memuat
sekurang-kurangnya:
a. materi
kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki; dan
b. alasan penyelidikan.
(3) Usul
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak angket DPR apabila mendapat
persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu perdua)
jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2
(satu perdua) jumlah anggota DPR yang hadir.
Jika
rapat paripurna memutuskan menerima hak angket, maka DPR membentuk panitia
angket yang terdiri dari atas semua unsur fraksi DPR. Hal ini diatur dalam
Pasal 178 ayat 2. Panitia angket kemudian melakukan penyelidikan tentang isu
yang diajukan. Mereka dapat meminta keterangan dari pemerintah, saksi, pakar,
organisasi profesi, dan/atau pihak terkait lainnya.
Lalu,
apa yang terjadi setelah panitia angket meminta keterangan dari pemerintah dan
pihak-pihak terkait? Sesuai pasal 181, panitia angket melaporkan pada rapat
paripurna DPR mengenai temuannya. Mereka diberi waktu paling lama 60 hari sejak
dibentuknya panitia angket.
Berikut
petikan pasalnya:
Pasal 181
(1) Panitia
angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPR paling lama
60 (enam puluh) hari sejak dibentuknya panitia angket.
(2) Rapat
paripurna DPR mengambil keputusan terhadap laporan panitia angket.
Lalu,
keputusan apakah hak angket diteruskan atau tidak berada pada rapat paripurna.
Menurut Pasal 182 UU MD3, jika rapat paripurna setuju bahwa kebijakan
pemerintah bertentangan dengan aturan undang-undang, maka DPR dapat menggunakan
hak menyatakan pendapat. Jika tidak, usulan hak angket akan gugur.
Berikut
petikan Pasal 182 UU MD3:
Pasal 182
(1) Apabila
rapat paripurna DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (2) memutuskan
bahwa
pelaksanaan
suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal
penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, DPR
dapat menggunakan hak menyatakan pendapat.
(2) Apabila
rapat paripurna DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (2) memutuskan
bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang
berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, usul hak angket dinyatakan selesai dan materi
angket tersebut tidak dapat diajukan kembali.
(3)
Keputusan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mendapat
persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu perdua)
jumlah anggota DPR dan putusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu
perdua) jumlah anggota DPR yang hadir.
Wacana
pengguliran hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait
kasus e-ktp menghangat di gedung parlemen. Sebelumnya, dalam rapat Komisi III
DPR dengan KPK, enam dari 10 fraksi mendukung wacana itu. Keenam
fraksi yang menyatakan setuju digulirkan hak angket adalah Golkar, Gerindra, Demokrat,
PDIP, NasDem, dan PPP. Sementara Hanura, PAN, dan PKS masih akan berkonsultasi
ke pimpinan fraksi. Wacana ini bergulir setelah DPR ingin menyelidiki
kasus yang tengah diproses Komisi Pemberantasan Korupsi seperti BAP Miryam
S Haryani . Kasus ini memunculkan banyak nama anggota DPR. Nama-nama itu
tercantum di BAP Miryam.
Wacana
seperti ini bukanlah barang baru di parlemen. Sebelumnya, banyak muncul
keinginan sejumlah anggota dewan untuk memakai hak angket terhadap suatu kasus
yang sedang menjadi sorotan masyarakat banyak. Sebut saja ketika masa Pilkada
DKI Jakarta kemarin, dimana DPR RI sempat menggulirkan wacana hak angket
terhadap Basuki Tjahjapurnama yang menjabat kembali sebagai gubernur setelah
masa cuti kampanyenya usai. Sebenarnya, apakah hak angket
itu? Dikutip dari laman resmi DPR, hak angket merupakan 1 dari 3 hak yang
dimiliki DPR. Selain hak angket, DPR memiliki hak interpelasi dan hak
menyatakan pendapat.
Khusus
hak angket, pengertiannya adalah "hak DPR untuk melakukan
penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan."
Hak Angket untuk Siapa?
Wacana seperti
ini kerap memunculkan perdebatan di kalangan
masyarakat. Perdebatan terutama berporos pada dugaan-dugaan kepentingan
politik di dalamnya. Sebagaimana diketahui, DPR merupakan lembaga yang ruhnya
adalah politik. Di dalamnya banyak fraksi-fraksi
politik. Pada beberapa hal, pandangan politik setiap fraksi tidaklah
selalu selaras antara yang satu dengan yang lainnya.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode
Muhammad Syarif mengatakan lembaganya telah meminta pendapat pakar hukum tata
negara mengenai angket KPK yang digulirkan DPR. Hasilnya, untuk sementara ia
berkesimpulan bahwa hak angket tidak tepat ditujukan ke KPK. Untuk sementara dilihat seharusnya
angket itu enggak cocok lembaga KPK karena ditujukan untuk pemerintah yang di
bawah ranah eksekutif," kata Laode di kantornya, Selasa, 13 Juni 2017.
Namun ia mengatakan hingga hari ini KPK belum mendapatkan keputusan final
terkait dengan sikap lembaga antirasuah menghadapi angket itu. Laode mengatakan
esok KPK juga akan meminta pendapat dari
asosiasi pengajar hukum tata negara. Beberapa yang akan dibahas adalah mengenai
proses penetapan angket yang tidak kuorum serta apakah KPK merupakan subjek dan
objek angket. Termasuk kalau kami lihat rumusan pasal di mana harus semua
fraksi terwakili, tapi yang sekarang bahkan ada tiga yang belum
terwakili," kata Laode. Saat ini ada tiga partai yang tidak mengirimkan
wakilnya, yaitu Demokrat, PKS, dan PKB. Laode mengatakan KPK tidak memberi
tenggat waktu untuk menyampaikan sikap terkait angket ini. Namun ia mengatakan
bakal memberikan update mengenai sikap dan keputusan KPK jika ada pendapat yang
lebih komprehensif.
Pengajuan hak angket KPK digulirkan oleh anggota Dewan setelah Miryam S. Haryani mencabut berita acara pemeriksaan di KPK dalam dugaan korupsi e-KTP. Ia mengaku telah ditekan penyidik sehingga memberikan informasi yang tidak benar. Namun saat dikonfrontir, penyidik Novel Baswedan yang kala itu memeriksa Miryam mengungkapkan bahwa ada anggota DPR yang menekan Miryam. Untuk membuktikan kebenarannya, anggota DPR meminta KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan. Namun KPK menolak karena rekaman itu berisi materi penyidikan. Dalam sidang yang dipimpin Fahri Hamzah, akhirnya DPR menetapkan untuk mengajukan angket guna memaksa KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam.
Pengajuan hak angket KPK digulirkan oleh anggota Dewan setelah Miryam S. Haryani mencabut berita acara pemeriksaan di KPK dalam dugaan korupsi e-KTP. Ia mengaku telah ditekan penyidik sehingga memberikan informasi yang tidak benar. Namun saat dikonfrontir, penyidik Novel Baswedan yang kala itu memeriksa Miryam mengungkapkan bahwa ada anggota DPR yang menekan Miryam. Untuk membuktikan kebenarannya, anggota DPR meminta KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan. Namun KPK menolak karena rekaman itu berisi materi penyidikan. Dalam sidang yang dipimpin Fahri Hamzah, akhirnya DPR menetapkan untuk mengajukan angket guna memaksa KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam.
Sejumlah pakar mengatakan bahwa tindakan DPR tidak bisa dibenarkan. Sebab, angket semestinya ditujukan untuk mempertanyakan kebijakan pemerintah yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Sementara angket ini dinilai hanya untuk kepentingan sejumlah anggota DPR. Terlebih, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), hak angket hanya ditujukan kepada pemerintah. Sedang KPK bukan termasuk dalam struktur pemerintahan. Pakar hukum Indrianto Seno Adji mengatakan hal itu menjadi salah satu pembicaraan atau topik yang dibahas oleh para pakar terkait hak angket KPK. "Dan proses ini pembicaraan ini masih kami tunggu dari ahli lainnya. Jadi soal keabsahannya pembentukan angket masih kami bicarakan," kata Seno Adji.
PENGGUNAAN HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA (DPR RI) TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) Dalam Dugaan Kasus Korupsi E-KTP
Reviewed by Karaeng Se're
on
4:56:00 PM
Rating:
No comments: