KATA
PENGANTAR
Penyusun
Puji syukur Penyusun panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada penyusun sehingga penyusun berhasil menyelesaikan
Makalah Hukum Perikatan ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya, yang
berjudul “Perjanjian Jual Beli”.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan
informasi dan menambah wawasan pengetahuan kepada kita semua tentang Perjanjian
Dalam Jual Beli.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, Sehubungan dengan hal ini, kritik dan saran dari para
pembaca yang bersifat membangun tentu saya harapkan demi sempurnanya makalah
ini.
Akhir kata, Penyusun sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini
dari awal sampai akhir. Semoga Allah senantiasa Meridhoi segala usaha kita.
AMIN.
Samata,
12 April 2015
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan yang
bersifat fisik dan non fisik.Kebutuhan itu tidak pernah dapat dihentikan selama
hidup manusia. Untuk mencapai kebutuhan itu, satu sama lain saling bergantung. Manusia
sebagai makhluk sosial tidak mungkin dapat hidup seorang diri. Manusia pasti
memerlukan kawan atau orang lain. Oleh karena itu, manusia perlu saling hormat
menghormati, tolong menolong dan saling membantu dan tidak boleh saling
menghina, menzalimi, dan merugikan orang lain
Dalam upaya menanamkan kepekaan untuk saling tolong
menolong, kita dapat mebiasakan diri dengan menginfakkan atau memberikan
sebagian rezeki yang kita peroleh meskipun sedikit, seperti memberikan santunan
kepada fakir miskin, orang tua dan jompo, mengangkat anak asuh, memberi bantuan
kepada orang yang sedang menuntut ilmu, membangun sarana umum (jalan), serta
menjadi makhluk sosial yang tidak lepas dari kita memerlukan orang lain, untuk
memenuhi kebutuhan hidup kita sebagai mahluk sosial, dalam hal ini tidak di
pungkiri manusia membutuhkan manusia lain termasuk dalam jual beli.
Peristiwa jual beli merupakan bagian dari Hukum Perdata yang
apabila terjadi suatu perkara merupakan hal yang dapat dituntut atau diajukan
tuntutannya di depan pengadilan. Faktanya; Peristiwa jual beli kerap kali kita
lakukan dalam kehidupan sehari-hari namun pada umumnya kita tidak benar-benar
menyadari bahwa apa yang kita lakukan adalah suatu perbuatan hukum yang dapat
menimbulkan suatu akibat hukum apabila terjadi kecurangan atau salah satu pihak
mengingkari adanya perjanjian tersebut. Jadi apapun yang kita lakukan dalam
suatu jual beli dapat di tuntuk ke muka hukum apabila ada sebuah kecurangan
didalamnya.
B.
RUMUSAN MASALAH
a.
Apa yang
dimaksud dengan perjanjian jual beli ?
b.
Apa yang
menjadi asas dan syarat sahnya suatu
perjanjian jual beli ?
c. Apa
saja subjek dan objek dari perjanjian jual beli ?
d. Apa
saja hak dan kewajiban yang harus di penuhi dalam jual beli ?
e. Apa
saja bentuk-bentuk dalam jual beli ?
f..
Apa saja resiko-resiko yang terdapat dalam jual
beli ?
g. Bagaimana
penulisan dan contoh surat perjanjian jual beli ?
C.
TUJUAN
a.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan perjanjian jual beli.
b.
Untuk mengetahui
apa yang menjadi asas dan
syarat sahnya suatu
perjanjian jual beli.
c.
Untuk
mengetahui apa saja subjek dan
objek dari perjanjian jual beli.
d.
Untuk
mengetahui apa yang
saja kewajiban yang harus di penuhi dalam jual beli.
e.
Untuk
mengetahui apa saja
bentuk-bentuk dalam jual beli.
f.
Untuk
mengetahui apa saja resiko-resiko
yang terdapat dalam jual beli.
g.
Untuk
mengetahui cara
penulisan dan contoh surat perjanjian jul beli.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Perjanjian Jual Beli
Jual
beli diatur dalam buku III KUHPerdata, bab ke lima tentang “jual beli”. Dalam
pasal 1457 KUHPerdata dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan jual beli
adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu (penjual) mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain (pembeli) untuk
membayar harga yang telah dijanjikan. Perjanjian jual beli termasuk dalam kelompok
perjanjian bernama, artinya undang - undang
telah memberikan nama tersendiri dan
memberikan pengaturan secara khusus terhadap perjanjian ini.
Berdasarkan
pengertian tersebut dapat dikemukakan lebih lanjut bahwa perjanjian jual beli
merupakan perjanjian timbal balik sempurna, dimana kewajiban penjual merupakan
hak dari pembeli dan sebaliknya kewajiban pembeli merupakan hak dari penjual.
Dalam hal ini, penjual berkewajiban untuk menyerahkan suatu kebendaan serta
berhak untuk menerima pembanyaran, sedang pembeli berkewajiban untuk melakukan
pembayaran dan berhak untuk menerima suatu kebendaan. Apabila hal tersebut
tidak dipenuhi, maka tidak akan terjadi perikatan jual beli.
Perjanjian
jual beli saja tidak lantas menyebabkan beralihnya hak milik atas barang dari
tangan penjual ke tanggan pembeli sebelum dilakukan penyerahan (levering). Pada
hakekatnya perjanjian jual beli itu dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap
kesepakatan kedua belah pihak mengenai barang dan harga yang ditandai dengan
kata sepakat (Jual beli) dan yang kedua, tahap penyerahan (levering)
benda yang menjadi obyek perjanjian, dengan tujuan untuk mengalihkan hak milik
dari benda tersebut.
Hak
milik beralih dengan adanya penyerahan (levering). Penyerahan adalah suatu
pemindahan barang yang telah dijual ke dalam penguasaan dan kepunyaan si
pembeli (pasal 1475). Jadi penyerahan dapat diartikan sebagai cara untuk
mendapatkan hak milik karena adanya pemindahan hak milik akibat dari perjanjian
jual beli. Untuk perjanjian jual beli dengan system indent penyerahan barang dilakukan
dengan penyerahan kekuasaan atas barang (kendaraan dianalogikan sebagai barang
bergerak) sebagaimana diatur dalam pasal 612 KUHPerdata. Biasanya, penyerahan
dilakukan langsung ditempat penjual atau ditempat lain yang telah diperjanjikan
sebelumnya.
Kesepakatan
para pihak dalam perjanjian jual beli sebagaimana diatur dalam pasal 1320
KUHPerdata melahirkan dua macam perjanjian, yaitu perjanjian obligatoir
(perjanjian yang menimbulkan perikatan) dan perjanjian kebendaan (perjanjian untuk mengadakan,
mengubah dan menghapuskan hak-hak kebendaan). Akibat pembedaan perjanjian
tersebut, maka dalam perjanjian jual beli harus disertai dengan perjanjian
penyerahan (levering), yaitu sebenarnya merupakan perjanjian untuk
melaksanakan perjanjian jual beli.
Dari
pengertian yang diberikan pasal 1457 diatas, perjanjian jual beli membebankan dua kewajiban yaitu :
1. Kewajiban pihak penjual menyerahkan
barang yang dijual kepada pembeli.
2. Kewajiban pihak pembeli membayar
harga barang yang dibeli kepada penjual.
B. Asas-asas
dan syarat Perjanjian Jual Beli
Asas-asas yang terdapat dalam suatu
perjanjian umumnya terdapat dalam perjanjian jual beli. Dalam hukum perjanjian
ada beberapa asas, namun secara umum asas perjanjian ada lima yaitu :
ü Asas Kebebasan Berkontrak
Asas Kebebasan Berkontrak dapat
dilihat dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi
“ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”. Asas Kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang
memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :
a) Membuat atau tidak membuat
perjanjian,
b) Mengadakan perjanjian dengan siapa
pun,
c)
Menentukan isi perjanjian,
pelaksanaan, dan persyaratannya, dan
d) Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Asas kebebasan berkontrak merupakan
asas yang paling penting di dalam perjanjian karena di dalam asas ini tampak
adanya ungkapan hak asasi manusia dalam membuat suatu perjanjian serta memberi
peluang bagi perkembangan hukum perjanjian.
ü Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat dilihat
dalam pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Dalam pasal
tersebut dinyatakan bahwa salah satu syarat adanya suatu perjanjian adalah
adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Asas konsensualisme mengandung
pengertian bahwa suatu perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal
melainkan cukup dengan kesepakatan antara kedua belah pihak saja. Kesepakatan
merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan dari kedua belah pihak.
ü Asas mengikatnya suatu perjanjian
Asas ini terdapat dalam pasal 1338
ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dimana suatu perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi pembuatnya.Setiap orang yang
membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak
tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat
para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.
ü Asas iktikad baik (Goede Trouw)
Perjanjian harus dilaksanakan dengan
iktikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata). Iktikad baik ada dua yaitu :
a. Bersifat objektif, artinya
mengindahkan kepatutan dan kesusilaan. Contoh, Si A melakukan perjanjian dengan
si B membangun rumah. Si A ingin memakai keramik cap gajah namun di pasaran
habis maka diganti cap semut oleh si B.
b. Bersifat subjektif, artinya
ditentukan sikap batin seseorang. Contoh, si A ingin membeli motor, kemudian
datanglah si B (penampilan preman) yang mau menjual motor tanpa surat-surat dengan
harga sangat murah. Si A tidak mau membeli karena takut bukan barang halal atau
barang tidak legal.
ü Asas Kepribadian
Pada umumnya tidak seorang pun dapat
mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri.Pengecualiannya terdapat
dalam pasal 1317 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang janji untuk pihak
ketiga.
Namun, menurut Mariam Darus ada 10
asas perjanjian, yaitu :
Kebebasan mengadakan perjanjian ,Konsensualisme,
Kepercayaan, Kekuatan Mengikat, Persamaan Hukum, Keseimbangan, Kepastian Hukum,
Moral, Kepatutan dan Kebiasaan
Syarat sahnya suatu perjanjian
seperti yang terdapat dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
merupakan syarat sahnya perjanjian jual beli dimana perjanjian jual beli
merupakan salah satu jenis dari perjanjian. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata menyatakan bahwa syarat dari sahnya perjanjian adalah :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya
Syarat pertama untuk sahnya suatu
perjanjian adalah adanya suatu kesepakatan atau konsensus pada para pihak.Yang
dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian kehendak antara para pihak dalam
perjanjian.Jadi dalam hal ini tidak boleh adanya unsur pemaksaan kehendak dari
salah satu pihak pada pihak lainnya.Sepakat juga dinamakan suatu perizinan,
terjadi oleh karena kedua belah pihak sama-sama setuju mengenai hal-hal yang
pokok dari suatu perjanjian yang diadakan. Dalam hal ini kedua belah pihak
menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Ada lima cara terjadinya
persesuaian kehendak, yaitu dengan :
a. Bahasa yang sempurna dan tertulis
b. Bahasa yang sempurna secara lisan
c. Bahasa yang tidak sempurna asal
dapat diterima oleh pihak lawan.
(Karena dalam kenyataannya
seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi
dimengerti oleh pihak lawannya.)
d. Bahasa isyarat asal dapat diterima
oleh pihak lawannya
e. Diam atau membisu, tetapi asal
dipahami atau diterima pihak lawan
Berdasarkan hal tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa terjadinya kesepakatan dapat terjadi secara tertulis dan
tidak tertulis .Seseorang yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya
dilakukan dengan akta otentik maupun akta di bawah tangan.Akta di bawah tangan
adalah akta yang dibuat oleh para pihak tanpa melibatkan pejabat yang berwenang
membuat akta.Sedangkan akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan
pejabat yang berwenang. Menurut pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
kata sepakat tidak didasarkan atas kemauan bebas / tidak sempurna apabila
didasarkan :
Ø Kekhilafan
(dwaling) Ø Paksaan
(geveld) Ø Penipuan
(bedrog)
Dengan adanya kesepakatan, maka
perjanjian tersebut telah ada dan mengikat bagi kedua belah pihak serta dapat
dilaksanakan.
2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
Cakap artinya adalah kemampuan untuk melakukan suatu
perbuatan hukum yang dalam hal ini adalah membuat suatu perjanjian.Perbuatan
hukum adalah segala perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum.Orang yang
cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa.Ukuran
kedewasaan adalah berumur 21 tahun sesuai dengan pasal 330 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Dalam pasal 1330 disebutkan bahwa orang yang tidak cakap untuk
melakukan perbuatan hukum adalah :
a. Orang yang belum dewasa
b. Orang yang dibawah pengampuan
c. Seorang istri. Namun berdasarkan
fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5
September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak
cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin
suaminya.
3. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu disebut juga
dengan objek perjanjian.Objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para
pihak yang dapat berupa barang maupun jasa namun juga dapat berupa tidak
berbuat sesuatu.Objek Perjanjian juga biasa disebut dengan Prestasi. Prestasi
terdiri atas :
Ø Memberikan
sesuatu, misalnya membayar harga, menyerahkan barang.
Ø Berbuat
sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membangun rumah, melukis suatu
lukisan yang dipesan.
Ø Tidak
berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak mendirikan suatu bangunan,
perjanjian untuk tidak menggunakan merek dagang tertentu.
Prestasi
dalam suatu perikatan harus memenuhi syarat-syarat :
a. Suatu prestasi harus merupakan suatu prestasi yang tertentu,
atau sedikitnya dapat ditentukan jenisnya. Misalnya : A menyerahkan beras
kepada B 1 kwintal.
b. Prestasi harus dihubungkan dengan suatu kepentingan.
Tanpa suatu kepentingan orang tidak
dapat mengadakan tuntutan. Misalnya Concurrentie Beding (syarat untuk tidak
bersaingan). Contoh: A membeli pabrik sepatu dari B dengan syarat bahwa B tidak
boleh mendirikan pabrik yang memproduksi sepatu pula. Karena A menderita
kerugian, maka pabrik sepatu diganti dengan produk lain. Dalam hal ini B boleh
mendirikan pabrik sepatu lagi, karena antara A dan B sekarang tidak ada
kepentingan lagi
c. Prestasi harus diperbolehkan oleh Undang-Undang, kesusilaan,
dan ketertiban umum.
d. Prestasi harus mungkin dilaksanakan.
4. Suatu sebab yang halal
Di dalam Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum perdata tidak dijelaskan pengertian sebab yang halal.Yang
dimaksud dengan sebab yang halal adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban
umum.
Syarat pertama dan kedua merupakan
syarat subjektif karena berkaitan dengan subjek perjanjian dan syarat ketiga
dan keempat merupakan syarat objektif karena berkaitan dengan objek
perjanjian.Apabila syarat pertama dan syarat kedua tidak terpenuhi, maka
perjanjian itu dapat diminta pembatalannya.Pihak yang dapat meminta pembatalan
itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan ijinnya secara
tidak bebas. Sedangkan apabila syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi, maka
akibatnya adalah perjanjian tersebut batal demi hukum artinya perjanjian
tersebut dianggap tidak pernah ada sama sekali sehingga para pihak tidak dapat
menuntut apapun apabila terjadi masalah di kemudian hari.
C. Subjek dan
Objek Perjanjian Jual Beli
Perjanjian jual beli adalah
merupakan perbuatan hukum.Subjek dari perbuatan hukum adalah Subjek
Hukum.Subjek Hukum terdiri dari manusia dan badan hukum.Oleh sebab itu, pada
dasarnya semua orang atau badan hukum dapat menjadi subjek dalam perjanjian
jual beli yaitu sebagai penjual dan pembeli, dengan syarat yang bersangkutan
telah dewasa dan atau sudah menikah. Namun secara yuridis ada beberapa orang
yang tidak diperkenankan untuk melakukan perjanjian jual beli, sebagaimana
dikemukakan berikut ini:
ü Jual beli Suami istri
Pertimbangan hukum tidak
diperkenankannya jual beli antara suami istri adalah karena sejak terjadinya
perkawinan, maka sejak saat itulah terjadi pencampuran harta, yang disebut
harta bersama kecuali ada perjanjian kawin. Namun ketentuan tersebut ada
pengecualiannya yaitu:
a. Jika seorang suami atau istri
menyerahkan benda-benda kepada isteri atau suaminya, dari siapa ia oleh
Pengadilan telah dipisahkan untuk memenuhi apa yang menjadi hak suami atau
istri menurut hukum.
b. Jika penyerahan dilakukan oleh
seorang suami kepada isterinya, juga dari siapa ia dipisahkan berdasarkan pada
suatu alasan yang sah, misalnya mengembalikan benda-benda si istri yang telah
dijual atau uang yang menjadi kepunyaan istri, jika benda itu dikecualikan dari
persatuan.
c. Jika si istri menyerahkan
barang-barang kepada suaminya untuk melunasi sejumlah uang yang ia telah
janjikan kepada suaminya sebagai harta perkawinan.
ü Jual beli oleh para Hakim, Jaksa,
Advokat, Pengacara, Juru Sita dan Notaris.
Para Pejabat ini tidak diperkenankan
melakukan jual beli hanya terbatas pada benda-benda atau barang dalam
sengketa.Apabila hal itu tetap dilakukan, maka jual beli itu dapat dibatalkan,
serta dibebankan untuk penggantian biaya, rugi dan bunga.
ü Pegawai yang memangku jabatan umum
Yang dimaksud dalam hal ini adalah
membeli untuk kepentingan sendiri terhadap barang yang dilelang.
Objek
jual Beli
Yang dapat menjadi objek dalam jual
beli adalah semua benda bergerak dan benda tidak bergerak, baik menurut
tumpukan, berat, ukuran, dan timbangannya. Sedangkan yang tidak diperkenankan
untuk diperjualbelikan adalah :
a.
Benda atau barang orang lain
b.
Barang yang tidak diperkenankan oleh
undang-undang seperti obat terlarang
c.
Bertentangan dengan ketertiban, dan
d.
Kesusilaan yang baik
Pasal 1457 Kitab Undang-Undang hukum
Perdata memakai istilah zaak untuk menentukan apa yang dapat menjadi objek jual
beli. Menurut pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, zaak adalah barang
atau hak yang dapat dimiliki.Hal tersebut berarti bahwa yang dapat dijual dan
dibeli tidak hanya barang yang dimiliki, melainkan juga suatu hak atas suatu
barang yang bukan hak milik
D. Hak dan
Kewajiban para pihak dalam perjanjian Jual Beli
Hak dari Penjual menerima harga
barang yang telah dijualnya dari pihak pembeli sesuai dengan kesepakatan harga
antara kedua belah pihak. Sedangkan Kewajiban Penjual adalah sebagai berikut :
1. Menyerahkan hak milik atas barang
yang diperjualbelikan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
mengenal tiga jenis benda yaitu benda bergerak, benda tidak bergerak dan benda
tidak bertubuh maka penyerahan hak miliknya juga ada tiga macam yang berlaku
untuk masing-masing barang tersebut yaitu :
ü Penyerahan
Benda Bergerak
Mengenai Penyerahan benda bergerak
terdapat dalam pasal 612 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan
Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh dilakukan dengan
penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau
dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada.
ü Penyerahan
Benda Tidak Bergerak
Mengenai Penyerahan benda tidak
bergerak diatur dalam Pasal 616-620 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
menyebutkan bahwa penyerahan barang tidak bergerak dilakukan dengan balik nama.
Untuk tanah dilakukan dengan Akta PPAT sedangkan yang lain dilakukan dengan
akta notaris.
ü Penyerahan
Benda Tidak Bertubuh
Diatur dalam pasal 613 KUH. Perdata
yang menyebutkan penyerahan akan piutang atas nama dilakukan dengan akta
notaris atau akta dibawah tangan yang harus diberitahukan kepada dibitur secara
tertulis, disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat
bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena
surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen.
2. Menanggung kenikmatan tenteram atas
barang tersebut dan menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi.
Pasal 30 sampai dengan pasal 52
United Nations Convention on Contract for the International Sale of Goods
mengatur tentang kewajiban pokok dari penjual yaitu sebagai berikut :
ü Menyerahkan barang ü Menyerahterimakan
dokumen ü Memindahkan
Hak Milik
Hak dari Pembeli adalah menerima
barang yang telah dibelinya, baik secara nyata maupun secara yuridis.Di dalam
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Penjualan barang-barang
Internasional (United Nations Convention on Contract for the International Sale
of Goods) telah diatur tentang kewajiban antara penjual dan pembeli. Pasal 53
sampai 60 United Nations Convention on Contract for the International Sale of
Goods mengatur tentang kewajiban pembeli. Ada 3 kewajiban pokok pembeli yaitu:
ü Memeriksa
barang-barang yang dikirim oleh Penjual
ü Membayar
harga barang sesuai dengan kontrak
ü Menerima
penyerahan barang seperti disebut dalam kontrak
Kewajiban pembeli untuk membayar
harga barang termasuk tindakan mengambil langkah-langkah dan melengkapi dengan
formalitas yang mungkin dituntut dalam kontrak atau oleh hukum dan peraturan
untuk memungkinkan pelaksanaan pembayaran.Tempat pembayaran di tempat yang
disepakati kedua belah pihak. Kewajiban Pihak Pembeli adalah :
ü Membayar
harga barang yang dibelinya sesuai dengan janji yang telah dibuat
ü Memikul
biaya yang ditimbulkan dalam jual beli, misalnya ongkos antar, biaya akta dan
sebagainya kecuali kalau diperjanjikan sebaliknya.
Oleh sebab itu dapat disimpulkan
bahwa Kewajiban dari pihak pembeli adalah merupakan Hak bagi pihak Penjual dan
sebaliknya Kewajiban dari Pihak Penjual adalah merupakan hak bagi pihak
Pembeli.
E. Bentuk-bentuk
Perjanjian Jual Beli
Pada umumnya perjanjian tidak
terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan dan tulisan
yang dapat bersifat sebagai alat bukti apabila terjadi perselisihan.Untuk
beberapa perjanjian tertentu undang-undang menentukan suatu bentuk tertentu,
sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak sah.Dengan
demikian bentuk tertulis tidaklah hanya semata-mata merupakan alat pembuktian
saja, tetapi merupakan syarat untuk adanya perjanjian tersebut.Misalnya
perjanjian mendirikan Perseroan Terbatas harus dengan akta Notaris. Bentuk
perjanjian jual beli ada dua yaitu :
1. Lisan, yaitu dilakukan secara lisan
dimana kedua belah pihak bersepakat untuk mengikatkan dirinya melakukan
perjanjian jual beli yang dilakukan secara lisan.
2. Tulisan, yaitu Perjanjian Jual beli
dilakukan secara tertulis biasanya dilakukan dengan akta autentik maupun dengan
akta di bawah tangan.
Akta Autentik adalah suatu akta yang
dibuat di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di
hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta
dibuatnya. Mengenai Akta Autentik diatur dalam pasal 1868 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata. Berdasarkan inisiatif pembuatnya akta autentik dibagi menjadi
dua, yaitu :
1.
Akta Pejabat (acte amtelijke)
Akta Pejabat adalah akta yang dibuat
oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu dengan mana pejabat tersebut
menerangkan apa yang dilihat serta apa yang dilakukannya. Jadi inisiatifnya
tidak berasal dari orang yang namanya diterangkan di dalam akta itu. Contohnya
Akta Kelahiran.
2.
Akta Para Pihak (acte partij)
Akta Para Pihak adalah akta yang
inisiatif pembuatannyadari para pihak di hadapan pejabat yang
berwenang.Contohnya akta sewa menyewa.
F. Resiko
dalam perjanjian jual beli
Di dalam hukum dikenal suatu ajaran
yang dinamakan dengan Resicoleer. Resicoleer adalah suatu ajaran , yaitu
seseorang berkewajiban memikul kerugian, jika ada sesuatu kejadian di luar
kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi objek perjanjian.
Sedengkan Risiko dalam Perjanjian jual beli tergantung pada jenis barang yang
diperjualbelikan, yaitu
a.
Barang telah ditentukan
Mengenai risiko dalam jual beli
terhadap barang tertentu diatur dalam pasal 1460 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.Hal pertama yang harus dipahami adalah pengertian dari barang tertentu
tersebut.Yang dimaksudkan dengan barang tertentu adalah barang yang pada waktu
perjanjian dibuat sudah ada dan ditunjuk oleh pembeli. Mengenai barang seperti
itu pasal 1460 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menetapkan bahwa risiko
terhadap barang tersebut ditanggung oleh si pembeli meskipun barangnya belum
diserahkan. Dapat dilihat bahwa ketentuan tersebut adalah tidak adil dimana
pembeli belumlah resmi sebagai pemilik dari barang tersebut akan tetapi ia
sudah dibebankan untuk menanggung risiko terhadap barang tersebut. Si pembeli
dapat resmi sebagai pemilik apabila telah dilakukan penyerahan terhadap si
pembeli.Oleh sebab itu, dia harus menanggung segala risiko yang dapat terjadi
karena barang tersebut telah diserahkan kepadanya.Ketentuan pasal 1460 ini
dinyatakan tidak berlaku lagi dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung
No 3 tahun 1963. Menurut Prof. R. Subekti, Surat edaran Mahkamah Agung tersebut
merupakan suatu anjuran kepada semua hakim dan pengadilan untuk membuat
yurisprudensi yang menyatakan pasal 1460 tersebut sebagai pasal yang mati dan
karena itu tidak boleh dipakai lagi.
b. Barang tumpukan
Barang yang dijual menurut tumpukan,
dapat dikatakan sudah dari semula dipisahkan dari barang-barang milik penjual
lainnya, sehingga sudah dari semula dalam keadaan siap untuk diserahkan kepada
pembeli. Oleh sebab itu dalam hal ini, risiko diletakkan kepada si pembeli
karena barang-barang tersebut telah terpisah
c.
Barang yang dijual berdasarkan
timbangan, ukuran atau jumlah.
Barang yang masih harus ditimbang
terlebih dahulu, dihitung atau diukur sebelumnya dikirim (diserahkan) kepada si
pembeli, boleh dikatakan baru dipisahkan dari barang-barang milik si penjual
lainnya setelah dilakukan penimbangan, penghitungan atau pengukuran.Setelah
dilakukannya penimbangan, penghitungan atau pengukuran, maka segala risiko yang
terjadi pada barang tersebut adalah merupakan tanggung jawab dari si
pembeli.Sebaliknya apabila barang tersebut belum dilakukan penimbangan,
penghitungan atau pengukuran maka segala risiko yang ada pada barang tersebut
merupakan tanggungjawab dari pihak penjual.Hal ini diatur dalam pasal 1461
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
G.
Penulisan dan Contoh Surat Perjanjian Jual Beli
Cara Penulisan.
Dalam
sebuah perjanjian jual beli tanah, setidaknya harus di muat hal-hal berikut
ini:
1. Identitas lengkap par pihak (penjual
dan pembeli) dan kedudukan dalam transaksi.
2. Deskripsi atau gambaran tanah meliputi:
Ø Letak tanah daam bentuk alamat
Ø Luas tanah dalam bentuk Meter
Persegi
Ø Batas tanah (Empat mata arah angin)
Ø Status Kepemilikan
Ø Nomor surat tanah
Ø Harga tanah sesuai kesepekatan
3. Pencantuman jaminn dnn identitas
saksi.
4. Cara dan batas waktu pembayaran.
5. Kesepakatan penyelesaian masalah
jika terjadi perselisihan.
Jika
diperlukan, Bisa menambahkan lagi pasal-pasal lain sesuai kesepakatan kedua
belah pihak seperti BNN (Bea Balik Nama).
CONTOH
SURAT PERJANJIAN
Kami yang bertanda tangan di bawah
ini:
·
Nama : AHMAD HAMBAL bin KARTO
SUWITO
Umur :
60 Tahun
Pekerjaan :
Tani
Alamat :
Desa Randu RT.01/II, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta
Nomor KTP :
8081234567890
Dalam hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang
selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.
·
Nama : AGUS SETIAWAN, S.H bin
SUROSO
Umur :
45 Tahun
Pekerjaan :
PNS
Alamat :
Desa Prapag Kidul, Pituruh, Purworejo, Jawa Tengah
Nomor KTP :
3031234567890
Dalam hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang
selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.
Pihak pertama dengan ini berjanji untuk menyatakan dan mengikatkan diri
untuk menjual kepada pihak kedua dan pihak kedua juga berjanji menyatakan serta
mengikatkan diri untuk membeli dari pihak pertama berupa:
Sebidang tanah Hak Milik yang terletak di Desa Suromadu RT.5/III, Kecamatan
Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta, seluas 10.000 M³ (sepuluh ribu) meter persegi, dengan batas-batas
tanah tersebut adalah sebagai berikut :
·
Sebelah barat : Berbatasan dengan tanah H. Sabar
·
Sebelah timur : Berbatasan dengan tanah Suripto
·
Sebelah utara : Berbatasan dengan tanah Rasyid Rizani
·
Sebelah selatan : Berbatasan dengan tanah Susilo
Bambang
Dengan syarat dan ketentuan yang diatur dalam 9 (sembilan) pasal,
berikut ini:
Pasal 1
HARGA
Jual beli tanah tersebut dilakukan dan disetujui oleh masing-masing pihak
dengan harga tanah sebesar Rp.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
Pasal 2
CARA PEMBAYARAN
·
Pihak kedua akan
memberikan uang tanda jadi sebesar Rp.400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah) kepada pihak pertama yaitu pada tanggal 10 Maret 2014.
·
Sisa pembayaran
sebesar Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) akan dibayarkan oleh
pihak kedua pada tanggal 01 April 2014.
Pasal 3
JAMINAN DAN SAKSI
·
Pihak pertama
menjamin sepenuhnya bahwa tanah yang dijualnya adalah benar-benar milik atau
hak pihak pertama sendiri dan tidak ada orang atau pihak lain yang turut
mempunyai hak, bebas dari sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau
sengketa, hak kepemilikannya tidak sedang dipindahkan atau sedang dijaminkan
kepada orang atau pihak lain dengan cara bagaimanapun juga, dan tidak sedang
atau telah dijual kepada orang atau pihak lain.
·
Jaminan pihak
pertama dikuatkan oleh dua orang yang turut menandatangani Surat Perjanjian ini
selaku saksi.
·
Apabila pihak kedua
pada tanggal yang telah ditentukan diatas tidak memenuhi perjanjian ini yaitu
memberikan tanda jadi sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1) maka
perjanjian ini batal secara hukum.
·
Apabila pihak kedua
pada tanggal yang telah ditentukan diatas untuk pelunasan sebagaimana
disebutkan dalam pasal 2 ayat (2), secara hukum perjanjian jual beli ini batal
dan pihak pertama akan mengembalikan uang tanda jadi setelah tanah dalam
perjanjian ini terjual dan tanda jadi akan dikembalikan sepenuhnya.
·
Kedua orang saksi
tersebut adalah:
·
Nama : SUKARWO bin SUMITRO
Umur : 53 tahun
Pekerjaan : Tani
Alamat : Desa Randu RT.01/II, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta
Selanjutnya disebut sebagai
Saksi I
·
Nama : WIRANTO bin JOKOWI
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Wirausaha
Alamat : Desa Randu
RT.01/II, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta
Selanjutnya disebut sebagai
Saksi II.
Pasal 4
PENYERAHAN
Pihak pertama berjanji serta mengikatkan diri untuk menyerahkan sertifikat
tanah kepada pihak kedua selambat-lambatnya satu minggu setelah pihak kedua
melunasi seluruh pembayarannya.
Pasal 5
STATUS KEPEMILIKAN
Sejak ditandatanganinya Surat Perjanjian ini maka tanah tersebut di atas
beserta segala keuntungan maupun kerugiannya sepenuhnya menjadi hak milik pihak
kedua.
Pasal 6
PEMBALIKNAMAAN KEPEMILIKAN
·
Pihak pertama wajib
membantu pihak kedua dalam proses pembaliknamaan atas kepemilikan hak
tanah dan bangunan rumah tersebut dalam hal pengurusan yang menyangkut
instansi-instansi terkait, memberikan keterangan-keterangan serta
menandatangani surat-surat yang bersangkutan serta melakukan segala hak yang
ada hubungannya dengan pembaliknamaan serta perpindahan hak dari pihak pertama
kepada pihak kedua.
·
Segala macam ongkos
atau biaya yang berhubungan dengan balik nama atas tanah dan bangunan rumah
dari pihak pertama kepada pihak kedua dibebankan sepenuhnya kepada pihak
kedua.
Pasal 7
MASA BERLAKUNYA PERJANJIAN
Perjanjian ini tidak berakhir
karena meninggal dunianya pihak pertama, atau karena sebab apapun juga. Dalam
keadaan demikian maka para ahli waris atau pengganti pihak pertama wajib
mentaati ketentuan yang termaktub dalam perjanjian ini dan pihak pertama
mengikat diri untuk melakukan segala apa yang perlu guna melaksanakan ketentuan
ini.
Pasal 8
HAL-HAL LAIN
Hal-hal yang belum tercantum
dalam perjanjian ini akan dibicarakan serta diselesaikan secara kekeluargaan
melalui jalan musyawarah untuk mufakat oleh kedua belah pihak.
Pasal 9
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Tentang perjanjian ini dan segala akibatnya, kedua belah pihak memilih
menyelesaikan perkara jika terjadi perselisihan di Kantor Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Kabupaten Sleman Yogyakarta.
Demikianlah Surat Perjanjan ini dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang
bermaterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama, ditandatangani kedua
belah pihak dalam keadaan sadar serta tanpa adanya paksaan atau tekanan dari
pihak manapun.
Dibuat di : Sleman
Tanggal : 03 Maret 2014
PIHAK PERTAMA, PIHAK
KEDUA,
ttd ttd
(AHMAD HAMBAL bin KARTO
SUWITO) ( AGUS SETIAWAN, S.H bin
SUROSO)
Saksi-Saksi:
1) SUKARWO bin SUMITRO
ttd
…………………………………
2) WIRANTO bin JOKOWI
ttd
………………………………….
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Perjanjian jual beli merupakan
perjanjian timbal balik sempurna, dimana kewajiban penjual merupakan hak dari
pembeli dan sebaliknya kewajiban pembeli merupakan hak dari penjual.
2.
Dalam peristiwa jual beli ada ketentuan yang mengatur mengenai hak dan
kewajiban penjual maupun pembeli memiliki kewajiban untuk mematuhi perjanjian
diantara mereka. Dimana perjanjian tersebut berlaku selayaknya Undang –undang
bagi kedua belah pihak.pihak penjual berhak memperoleh pembayaran atas
kebendaan yang telah diserahkan dan pembeli berhak untuk memperoleh jaminan
atas kebendaan yang diterima dari penjual.
3. Dalam
hal-hal khusus seperti pembelian kembali kebendaan yang telah diperjualbelikan
sebagimana yang disepakati dalam perjanjian, pihak penjual harus membayarkan
sejumlah harga yang telah dibayarkan oleh pembeli beserta jumlah dari
penambahan nilai yang dilakukan pembeli atas kebendaan tersebut sehingga harga
jual kebendaan tersebut bertambah.
B.
SARAN
Dalam melakukan perjanjian jual beli, para piha harus
memahami bentuk dan isi perjanjian.karena bentuk
dan isi perjanjian berfungsi untuk menjamin
kepentingan hukum mereka dan untuk mengantisipasi dan mengeliminasi kerugian
yang akan timbul jika terjadi suatu wanprestasi.
DAFTAR PUSTAKA
Idris
Subrata,”Perjanjian jual beli”.Blogger.(19 Desember 2013) http://muhammadsubrata.blogspot.com/2013/12/perjanjian-jual-beli.html.(12
April
2015).
Sarfareh Yusuf
Zainuddin,”Makalah Hukum Perdata Perjanjian Jual Beli”. Blogger(10 Oktober 2013). http://siyasahhjinnazah.blogspot.com/2013/10/makalah- hukum-perdata-perjanjian-jual.html.(12 April 2015).
Contohpedi.com,”Contoh
surat perjanjian jual beli tanah yang benar”.
Wordpress(Januari
2013). http://contohpedi.com/2014/03/contoh-surat-perjanjian-jual-beli-tanah-yang-baik-dan-benar/(12 April 2015)
Makalah Perjanjian Jual Beli Beserta Contonya
Reviewed by Karaeng Se're
on
2:20:00 AM
Rating:
poin singakat yang saya dapet pada perjanjian jual beli adalah saling mau atau saling sama sama oke. izin bookmark linknya
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteBagus banget
ReplyDelete